Category Archives: Sejarah Kota

GEREJA KATEDRAL PONTIANAK

Standar

Merupakan gereja tertua yang berada di kota Pontianak. Pembangunan pertama kali pada tanggal 21 Januari 1909 oleh Van Noort dengan corak Gotik dan Barok. Dan pada tanggal 9 Desember 1909 gereja ini melaksanakan proses pemberkatan.
Pada awal pendiriannya gereja katedral ini memiliki luas 11 x 20 m2 dengan sebuah menara setinggi 22 meter disebelah kiri bangunan gereja. Berada di jalan Tjempaka. Sekarang berubah menjadi jalan Patimura no 159. (kini sudah berganti dengan bangunan baru)

Gambar
Foto ini merupakan cara yang dipakai anak-anak di tepian sungai untuk berenang. Kain berwarna merah itu adalah kain sarung yang di ikat lalu di gelembungkan. Sehingga untuk beberapa saat dapat menyimpan udara. Ketika mereka menyelam dapat bernafas dari dalam gelembung sarung tersebut.

Foto ini merupakan cara yang dipakai anak-anak di tepian sungai untuk berenang. Kain berwarna merah itu adalah kain sarung yang di ikat lalu di gelembungkan. Sehingga untuk beberapa saat dapat menyimpan udara. Ketika mereka menyelam dapat bernafas dari dalam gelembung sarung tersebut.

PONTIANAK, Ibu Negeri Selayang Pandang

Standar
  1. Sejarah Singkat Berdirinya Kota Pontianak

 Ada beberapa sumber tulisan mengenai berdirinya Kota Pontianak, antara lain :

– Pada hari Rabu, tanggal 14 rajab 1185 H atau bertepatan dengan 23 Oktober 1771 dijadikan sebagai hari berdirinya daerah Pontianak, peristiwa ini dicatat dalam Tambo Kerajaan.

  • P J Veth dalam Borneo’s Westerafdeeling I ; 15 menuliskan bahwa Syarief Abdurahman berangkat meninggalkan Mempawah tanggal 23 November 1771 beserta pengikutnya mendirikan masjid. Tanggal 7 Januari 1772 di wilayah delta pertemuan Sungai Kapuas Kecil dan Sungai Landak, Syarif Abdurrahman dan pengikutnya membuka hutan dan mendirikan pemukiman baru.
  • Menurut J H Meyer, Syarif Abdurahman Berangkat dari Mempawah menyusuri sungai Kapuas 25 November 1771
  • Yacob Ozinga dalam bukunya ; De Economiche Outwekkeling de Werterafdeeling Van Borneo ene Bevolkkings Rubber Cultuur, menafsirkan pendapat Schricke yang menulis bahwa hari jadi kota Pontianak jatuh pada hari Rabu tanggal 23 Oktober 1771.1

 

 

Pertama kali rombongan Syarief Abdurrahman Alkadrie membuka hutan di persimpangan Sungai Landak, Sungai Kapuas Kecil dan Sungai Kapuas Besar. Bangunan pertama yang didirikan oleh Syarief Abdurrahman adalah mesjid. Mesjid ini didirikan di tanah Beting. Diarah Timur mesjid kemudian didirikan tempat tinggal, yang kemudian (beberapa tahun setelah itu) dipergunakan sebagai tempat tinggal Syarief Abdurrahman dan keluarganya.

Pada perkembangannya daerah delta pertemuan kedua sungai yang strategis tersebut membawa perkembangan dan kemajuan dalam pelayaran dan perdagangan. Yang kemudian lebih menarik para pedagang datang dan mengadakan hubungan dagang. Pedagang-pedagang tersebut datang dari berbagai wilayah, seperti dari Sumatera Selatan, Riau Kepulauan (Tambelan, Serasan, Terempang, Midai, Ranci, Letung), Sulawesi Selatan, Banjarmasin dll. Serta dari beragam suku bangsa seperti Bugis, Melayu, Cina. Dan juga pada beberapa waktu kemudian setelah terjadi hubungan dengan kerajaan-kerajaan sekitar.

Beberapa faktor yang menyebabkan pesatnya perkembangan dan kemajuan perlayaran dan perdagangan itu antara lain :

  1. Faktor geografis yang strategis,

Dimana memungkinkan Syarief Abdurrahman mengawasi lalu lintas di sungai Landak dan Kapuas Kecil. Dan dengan armadanya, Syarief Abdurrahman dapat memaksa kapal-kapal dagang singgah dan membayar cukai.

  1. Faktor kondisi yang aman. Dari kondisi inilah yang menarik banyak orang dari luar Pontianak untuk bermukim di Pontianak. Sultan Syarief Abdurrahman adalah seorang panglima perang yang piawai. Dan karenanya disegani oleh kawan serta lawan maupun masyarakat yang berhubungan dengannya.
  2. Faktor kepemimpinan yang positif.

Kepemimpinannya inilah yang menjadikan para pengikutnya tetap setia dengan mengikutinya dan inilah faktor pendorong yang diperlukan untuk kemajuan negeri.

 

Adapun Sultan yang pernah memegang tampuk pemerintahan Kesultanan Pontianak :

1.    Syarief Abdurrahman Alkadrie

memerintah dari tahun 1771-1808

2.    Syarief Kasim Alkadrie

memerintah dari tahun 1808-1819

3.    Syarief Osman Alkadrie

memerintah dari tahun 1819-1855

4.    Syarief Hamid Alkadrie

memerintah dari tahun 1855-1872

5.    Syarief Yusuf Alkadrie

memerintah dari tahun 1872-1895

6.    Syarief Muhammad Alkadrie

memerintah dari tahun 1895-1944

7.    Syarief Thaha Alkadrie

memerintah dari tahun 1944-19452

8.    Syarief Hamid II Alkadrie

memerintah dari tahun 1945-1950

 

  1. Geografis Kota Pontianak

 

Kota Pontianak merupakan ibukota Propinsi Kalimantan Barat. Luasnya mencakup 107,82 Km2 yang terdiri dari 5 kecamatan dan 24 kelurahan. Kota Pontianak dilintasi oleh garis Khatulistiwa yaitu pada 0o 02’ 24” Lintang Utara sampai dengan 0o 05’ 37” Lintang Selatan dan 109o 16’ 25” Bujur Timur sampai dengan 109o 23’ 01” Bujur Timur. Ketinggian Kota Pontianak berkisar antara 0,10 meter sampai 1,50 meter diatas permukaan laut.

Kecamatan di Kota Pontianak yang mempunyai wilayah terluas adalah Kecamatan Pontianak Utara (34,52 persen), diikuti oleh Kecamatan Pontianak Selatan (27,24 persen) Kecamatan Pontianak Barat (20,51 persen), Kecamatan Pontianak Kota (9,59 persen) dan Kecamatan Pontianak Timur (8,14 persen).

Kondisi tanah di Kota Pontianak terdiri dari jenis tanah Organosol, Gley, Humus dan Aluvial yang masing-masing mempunyai karekteristik yang berbeda.

Kota Pontianak memiliki curah hujan berkisar antara 3000mm–4000mm pertahun. Curah hujan terbesar (bulan basah) jatuh pada bulan mei dan Oktober, sedangkan curah hujan terkecil (bulan kering) jatuh pada bulan Juli. Jumlah hari hujan rata-rata per bulan berkisar 15 hari.

 

Temperatur suhu udara rata-rata berkisar antara 26,2oC sampai dengan 27,7oC. Penyinaran matahari di Kota Pontianak berkisar antara 34 – 76 persen dengan penyinaran matahari tertinggi terjadi pada bulan Agustus sebesar 76 persen. Tekanan udara berkisar antara 1 010,1 – 1 011,8 milibar (mb), dimana tekanan udara terbesar terjadi pada bulan Januari yaitu sebesar 1011,8 mb. Penyinaran matahari yang terkecil terjadi pada bulan Desember sebesar 34 persen. Rata-rata penguapan air tertinggi terjadi pada bulan Maret sebesar 4,6 mm/hari dan penguapan air terendah terjadi pada bulan Januari dan Desember sebesar 3,3 mm/hari.

 

 

 

 

 

 
Foto lama dari beberapa sumber.

Tidak tercantum tanggal foto

Foto hasil repro dari peta kota Pontianak

Yang cietak PT el cena

Skala 1 : 25.000

 

 

  1. Sekelumit Administrasi Pemerintahan Kota Pontianak

foto Sultan AlQadrie bersama resident van Rahn, ditangga depan keraton Kadariah.

tidak tercantum tanggal foto

 

Kota Pontianak didirikan oleh Syarief Abdurrahman Alkadrie yang membuka Kota Pontianak, pada hari Rabu 23 Oktober 1771 masehi, bertepatan dengan tanggal 14 Radjab 1185 hijriah. Syarief Abdurrahman dan pengikutnya membuka hutan dan mendirikan pemukiman baru, membangun sebuah mesjid dan beberapa hari kemudian didirikan sebuah bangunan besar sebagai tempat tinggal dengan bahan sederhana terbuat dari bahan bambu dan daun ilalang. Kemudian waktu, pada hijriah sanah 1192 delapan hari bulan Sja’ban hari Isnen, SYARIF ABDURRAHMAN ALKADRIE menjadi Sultan Kerajaan Pontianak.

Bersamaan dengan berdiri dan berkembangnya Pontianak, bangsa Belanda masuk ke daerah ini. Pada akhir tahun 1778 VOC (Verenigde Ost Indies Compagnie) mengirim utusannya Nicholas De Cloek dengan 2 buah kapal perang kecil disertai dengan beberapa serdadu mendarat di Pontianak.

Lalu pada fase selanjutnya pada awal Juli 1779, VOC mengirimkan utusannya dari Batavia, yaitu seorang Petor (Asisten Residen) Rembang bernama Willem Ardrian Palm. Kemudian rombongan yang dipimpinnya pada tanggal 5 Juli 1779, membuat perjanjian ‘Acte Van Investiture’ dengan Sultan.

Mulai pada saat itu pula mulailah bangsa Belanda dengan VOCnya berdatangan. Pada awal kedatangannya di Pontianak, menempatkan wilayah seberang Keraton Pontianak yang terkenal dengan nama TANAH SERIBU (Verkendepaal). Wilayah ini dikenal dengan Tanah Seribu karena meliputi areal tanah seluas 1000 x 1000 m.

Pada tahun 1799 kekuasaan VOC diteruskan oleh pemerintah Hindia Belanda daerah TANAH SERIBU (Verkendepaal). Kemudian menjadi tempat kegiatan bangsa Belanda. Dan seterusnya menjadi tempat/kedudukan Pemerintah Kepala Daerah Keresidenan Borneo Barat (Resident het hoofd Westerafdelling van Borneo) dan (Asistent Resident Kepala Daerah Kabupaten Pontianak (Asistent Residen het Hoofd der Afdeeling van Pontianak).

Dan selanjutnya Controleur het Hoofd Onderaffleeling van Pontianak/ Hoofd Plaatselijk Bestur van Pontianak (bersamaan dengan Kepatihan) membawahi Demang het Hoofd der Distrik Van Pontianak (Wedana) Asistent Demang het Hoofd der Onderdistrik van Siantan (Ass. Wedana/ Camat) Asistent Demang het Hoofd der Onderdistrik van Sungai Kakap (Ass. Wedana/Camat).

Terbentuknya administrasi pemerintahan di kota Pontianak terekam melalui kronologis dimulai dengan berdirinya Plaatselijk Fonds, Stadsgemente (landshaap gemeente), lalu ditetapkannya Pemerintahan Kota Pontianak, Kota Besar, Pemerintah daerah Kotapraja, Pemerintah Kotamadya Dati II Pontianak sampai pada sekarang ini Pemerintah Kota Pontianak3.

Adapun nama-nama Kepala wilayah yang pernah memerintah di Kota Pontianak :

 

 

 

 

 

No Nama Status Wilayah Tahun

Pemerintahan

1.

2.

3.

4.

5.

6.

 

7.

 

8.

 

9.

 

10.

 

11.

 

12.

R.Soepardan

Ads. Hidayat

Ny. Rohana Muthalib

Soemartoyo

A. Muis Amin

Siswoyo

 

Muhammad Barir, Sh

 

T.B Hisny Halir

 

H.A Majid Hasan

 

R.A Siregar, S.Sos

 

Dr. H Buchary Abdurrahman

 

H Sutarmidji SH, M Hum

Syahkota Pontianak

Burgermester Pontianak

Burgermester Pontianak

Kotapraja

Kotapraja

Kotamadya Daerah

Tingkat II Pontianak

Kotamadya Daerah

Tingkat II Pontianak

Kotamadya Daerah

Tingkat II Pontianak

Kotamadya Daerah

Tingkat II Pontianak

Kotamadya Daerah

Tingkat II Pontianak

Kota Pontianak

 

Kota Pontianak

1947 – 1948

1948   – 1950

1950   – 1953

1953   – 1957

1957   – 1967

1967   – 1973

 

1973   – 1978

 

1978   – 1983

 

1983   – 1993

 

1993   – 1999

 

1999   – 2008

 

2008 – sekarang

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

  1. Perkembangan Pembangunan Kota

 

foto lama . Tidak tercantum tanggal foto

 

Dilihat dari perkembangan wilayah, kesultanan Pontianak pernah memiliki wilayah yang cukup luas. Sejak 1784 dengan batas-batas sebelah barat Sungai Pinyuh, di utara daerah Mandor, disebelah Timur Pulau Jambu (perbatasan Tayan) di Selatan adalah kerajaan Kubu (yang sesungguhnya adalah bawahan Kesultanan Pontianak).

Namun sebagian besar daerah ini, berdasar perjanjian 1846 diambil oleh Pemerintah Kolonial Hindia-Belanda. Sedang kepada Sultan diberikan ’ganti rugi’ berupa subsidi tahunan. Sesudah 1872 wilayah Kesultanan Pontianak tinggal meliputi daerah yang kini disebut Sungai Ambawang, Sungai Kakap, Teluk Pakedai, Sungai Raya dan Segedong.

Secara ’administratif’ kota (ibu negeri) Pontianak sendiri sejak 1819 tidak diurus oleh satu tangan. Sultan hanya mengurus wilayah ’kota Tradisional’ (kini ; wilayah Pontianak Timur dan Utara hingga sungai Ambawang). Sedang bagian kota sebelah selatan sungai berada di bawah Yuridiksi Pemerintah Kolonial Hindia-Belanda. Sekalipun secara ’de jure’ wilayah selatan ini tetap diakui sebagai bagian dari ’ibu negeri’ Pontianak yang berada di bawah Sultan.

Perkembangan kota bagian Selatan, secara nyata mulai terlihat setelah 1830. Dengan selesainya pembuatan benteng ’Du Bus’ (1833) dan penataan kota dengan pengeringan rawa-rawa dengan pembuatan kanal-kanal di kawasan tanah seribu.

Bila ’kota Sultan’ (Pontianak Timur dan sekitarnya) berkembang dengan bersifat ’tradisional’ maka bagian selatan Kota pontianak ini berkembang menjadi ’kota kolonial’ dengan kompleks perkantoran, permukiman pegawai, pasar, infrastruktur jalan, dsb.

Pemukiman kolonial Belanda terletak dalam wilayah Tanah Seribu (Verkendepaal) sebagai pusat administrasi kota/perkantoran gubernernemen. Pada awal keberadaan kolonial Belanda, berada dalam benteng Fort Du Bus (sekarang kawasan pertokoan Nusa Indah). Kediaman mereka dan gereja dibangun di luar benteng. Pada masa itu terbentuk pemukiman dalam residentweg, wilayahnya ke timur (sekarang Parit Besar) sampai ke selatan dibangun gereja Katholik dengan pastoran, gereja protestan dengan rumah pendeta dan bangunan sekolah yang dikelola misi Katholik. Dari segi arsitektur, pencampuran bentuk lokal dengan model-model barat sebagai ungkapan kepekaan dan penyesuaian orang-rang Belanda terhadap iklim tropis. Seperti misalnya pembuatan jendela-jendela yang besar sebagai ventilasi udara.

Dipilihnya delta pertemuan Sungai Kapuas kecil dan Sungai Landak pada awal mendirikan Pontianak memiliki fungsi strategis. Salah satunya adalah dalam bidang ekonomi. Yang membawa kemajuan dalam pelayaran dan pedagangan. Mampu menarik minat para saudagar dan para pedagang untuk datang ke Pontianak dan mengadakan hubungan dagang.

Dalam melakukan dan perkembangan transaksi serta hubungan dagang tersebut, tak jarang dari mereka tertarik untuk bertempat tinggal di Pontianak. Mereka mendirikan perkampungan setelah mendapat izin dari sultan.

 

foto Pasar tengah tanggal 15 juni 1975

 

Perkembangan selanjutnya, elemen inilah salah satu yang ikut membentuk struktur dan tata ruang pemukiman dalam pusat wilayah Pontianak. Perkampungan kaum pedagang yang terletak sejajar dengan Keraton sesuai nama yang melekat dari suku-bangsa asal penghuninya. Perkampungan kaum pedagang yang terdapat dalam pusat wilayah adalah Kampung Saigon, didirikan pada tahun 1884 oleh H Muhammad Yusuf (Saigon) bin H Djamaluddin, seorang pedagang dan pelaut dari Banjarmasin yang mempunyai istri dari kota Saigon Vietnam.

Kampung Banjar Serasan, didirikan tahun 1846 oleh H Abdul Kahfi, seorang pedagang dari Banjarmasin. Begitu juga pada perkampungan-perkampungan lainnya, Kampung Melayu, Kampung Bangka belitung, Kampung Jawa Tengah, Kampung Bali, Kampung Kuantan, Kampung Kamboja. Kampung Siantan dan lain-lainnya. Dan para kaum ulama mendirikan Kampung Kapur di sekitar perkampungan pedagang.

Berkenaan dengan penduduk, terdapat angka-angka yang berbeda-beda. Tobias, yang ditugasi pemerintah Belanda untuk menjadi komisaris pemerintah melaporkan pada tahun 1822 bahwa penduduk Kesultanan Pontianak berjumlah 28.700 orang. Terdiri dari 25.200 orang melayu, orang dayak dan cina 3500. Sedang Francis melaporkan pada 1832 bahwa jumlah penduduk Kesultanan Pontianak adalah 22.513 orang. Terdiri dari 11.122 orang melayu (dengan dayak), 11.391 orang cina. Penduduk ’ibu negeri’ Pontianak sendiri sendiri di laporkan Van Rijden (1853) adalah 7486 orang melayu, 1711 orang cina, 105 orang dayak, atua keseluruhannya 9305 orang (lihat veth, buku I, Bab I, catatan dari pak Darto)

Perkembangan Pontianak (khususnya pontianak sebelah selatan sungai) ditandai pula dengan berdirinya Pasar Hilir dan Hulu, letaknya berseberangan dengan pusat perkantoran gubernemen. Kedua pasar tersebut saling berdekatan dan merupakan faktor penting dalam kehidupan perekonomian kota dengan menampung hasil-hasil pertanian dan hutan yang didatangkan dari daerah pedalaman (Hulu) dan luar daerah Pontianak. Di sekitar pasar terdapat toko-toko dan warung-warung yang dikelola oleh orang-orang Cina dan Melayu yang menyatu dengan penghunian.

Di luar tata ruang kota sebelah selatan terdapat lahan perkebunan sayur orang-orang Cina untuk memenuhi kebutuhan penduduk kota, terutama orang-orang Belanda di dalam pemukiman Residentweg. Kemudian sebagian orang-orang cina dari Kampung Siantan menetap dan mendirikan pemukiman sekaligus tempat mereka melakukan aktivitas ekonomi. Pada perkembangannya daerah tersebut menjadi kawasan perdagangan (sekarang jalan Gajahmada).

Tata ruang pusat kota Pontianak (bagian selatan) terbentuk pada masa kolonial, dimana unsur kediaman residen dan asisten residen berhadapan dengan kesultanan, dan dipisahkan oleh Sungai Kapuas. Pola seperti ini juga terlihat di daerah-daerah lain. Dimana kantor pusat pemerintahan Kolonial Hindia Belanda berhadapan dengan kerajaan/kesultanan. Hal ini dimungkinkan untuk mengontrol secara ekonomi, politik, geografi kerajaan/kesultanan tersebut.

Di sekitar pemukiman penguasa kolonial tidak ditemukan mesjid, sehingga dengan sendirinya tidak ada pemukiman muslim di kawasan tersebut.

Pada awal abad ke-20 perkembangan kota mengarah pada bentuk star shapped. Karena terjadi interaksi penduduk dengan pemusatan-pemusatan pemukiman di sekitarnya. Daerah tanah seribu merupakan inti perkembangan daerah administrasi kota di seberang Selatan Sungai Kapuas. Sekarang daerah tersebut masuk dalam wilayah Pontianak Barat.

Wilayah Barat dan Selatan yang dalam riwayat perkembangan Kota Pontianak disebut inti kedua (inti pertama wilayah timur_red), mengalami perkembangan yang lebih pesat daripada perkembangan inti pertama (daerah pusat kerajaan, ’kota Tradisional’). Dan kemudian adanya fasilitas-fasilitas pelayanan yang lebih banyak seperti perkantoran, sekolah, pasar dan fasilitas pembangunan lainnya. Dan karena keistimewaan daerah inti kedua tersebut maka fungsi Kota Pontianak menjadi residen dan ibukota Propinsi Kalimantan Barat.

Inti ketiga, yaitu wilayah sebelah utara Sungai Kapuas yang dikembangkan oleh orang-orang cina. Pada tahun 1772 datang seorang cina bernama Lo Fong (Lan Fang) dengan 100 pengikutnya. Rombongan imigran ini berasal dari proponsi Kanton, mendarat di Kampung Siantan. Kemudian Lo Fong (Lan Fang) meninggalkan Pontianak menuju Mandor.

Perkembangan inti-inti kota tersebut membawa interaksi diantara para penduduk berdasarkan pemukiman-pemukiman yang berada sejajar dengan Keraton, sepanjang alur sungai, dan di dalam daerah Tanah Seribu, juga sekitarnya.

Dalam perkembangan, pembangunan dan pertumbuhan kota Pontianak, tercatat empat fase.

Fase pertama, ketika Syarief Abdurrahman dengan pengikut-pengikutnya pindah dari Mempawah dengan 14 buah perahu, mendirikan perkampungan yang pertama, sampai dibukanya bagian tepi Sungai Kapuas sebelah Timur serta Selatan.

Fase kedua,dari tahun 1779 sampai dengan tahun 1940. dengan dibangunnya daerah bagian Selatan Sungai Kapuas. Untuk kepentingan dan perkembangan Pemerintahahn Kolonial Hindia-Belanda.

Fase ketiga, dari tahun 1940 sampai dengan tahun 1970.

Perkembangan pesat terjadi antara tahun 1937 sampai dengan tahun 1940. Ditandai salah satunya dengan dihasilkannya komoditi ekspor baru yaitu karet, yang diperkenalkan Muhammad Yusuf Saigon. kemudian

Fase keempat, yaitu sesudah tahun 1970.

 

Perkembangan pembentukkan kota bagian Selatan sungai setelah fase kedua kemudian semakin melebar. Selain pembuatan parit-parit sebagai sarana transportasi dan sanitasi. Di bagian selatan daerah yang sudah terbangun meliputi daerah-daerah yang dibatasi oleh jalan Penjara, jalan Gaharu dan jalan Kinibalu. Pola kota terbentuk melingkar dengan daerah padat. Jalan-jalan dalam yaitu jalan matahari dan jalan merdeka (sekarang). Sedang lingkaran kedua ialah jalan Gaharu dan jalan Kinibalu. Sedang di bagian Utara sudah terbuka kampung Siantan Hilir dan Siantan Tengah.4

Selain dari faktor perkembangan transaksi dan hubungan dagang, besarnya pertumbuhan penduduk Pontianak juga karena terjadinya migrasi (perpindahan penduduk). Para pendatang yang menetap di Pontianak secara berangsur-angsur menarik saudara dan temannya untuk ikut ke tempat pemukiman baru. Misalnya, penduduk asal Kebumen yang mengumpul dan membangun perkampungannya di lokasi Barat Daya Kota Pontianak. Jalan dari arah kota menuju lokasi pemukiman ini kemudian diberi nama jalan Jawa dan perkampungannya dikenal dengan Kampung Sumur Bur. Karena pada zaman Kolonial di lokasi tersebut terdapat sumur pompa (sumur bor), yang berfungsi sumber air tawar.

Tahun 1964 mulai dirintis perluasan Jalan A. Yani (daerah Sentiong) sebagai kawasan perkantoran dan juga Kota Baru II. Dalam perkembangan dan pemeliharaan jalan dari tahun ke tahun berikutnya terus meningkat. Dari 61.125 Km pada tahun 1986. Sampai dengan sepanjang 181.873 Km tahun 2004.5

Sedang dalam perkembangan, dan pertumbuhan struktur ekonomi kota Pontianak, pada tahun 2002 didominasi oleh tiga sektor utama, yaitu jasa-jasa sebesar 25,65%; angkutan dan komunikasi sebesar 24,32%; serta perdagangan, rumah makan dan akomodasi sebesar 20,16%. Apabila ditinjau dari pertumbuhan setiap sektor maka sektor angkutan dan komunikasi mempunyai angka pertumbuhan tinggi, yaitu sebesar 23,05%. Hal ini berarti bahwa perekoomian kota Pontianak di dominasi oleh sektor-sektor tersier yang semakin mempertegas posisi kota Pontianak sebagai kota jasa dan perdagangan.

 

 

 

  1. SUKU BANGSA

 

Sebagai kota yang terbuka serta merupakan pusat kegiatan pemerintahan, swasta, dan sosial budaya. Menjadikan kota ini tempat pendatang dibandingkan dengan kabupaten-kabupaten lainnya sehingga lebih heterogen. Hampir sebagian besar suku bangsa yang ada di Indonesia terwakili menjadi warga masyarakat kota. Suku-suku bangsa yang ada di Kota Pontianak seperti suku bangsa Dayak, suku bangsa Melayu, suku bangsa Bugis, suku bangsa Jawa, suku bangsa Padang, suku bangsa Batak, suku bangsa Tionghoa, dan lain-lain.

 

 

 

 

 

 

Catatan

 

  1. Perbedaan tanggal berdirinya kota (kesultanan Pontianak) antara Tambo sejarah Pontianak dengan apa yang dikemukakan oleh Veth dan Meyer, terjadi kemungkinan karena perbedaan penafsiran atas tahun yang digunakan dalam Tambo dengan penafsiran Veth dan Jika Tambo menggunakan penanggalan tahun Hijriah (qamariah). Veth dan Meyer menggunakan penanggalan tahun masehi (syamsiah). Dan Veth sendiri hanya mengumpulkan berdasar laporan-lapran pelayaran dan pedagang yang dapat dikumpulkannya. Demikian pula dengan Meyer. Kami berpendapat seperti apa yang dikemukan B J O Schrieke yang sesuai dengan tanggal pada Tambo.(catatan saat berdiskusi dengan pak Darto)
  2. Merupakan pemangku jabatan Sultan, bukan Sultan definitif. Karena setelah pendudukan jepang, dan sultan Syarief Muhammad Alkadrie wafat tidak ada lelaki dengan keturunan langsung yang berusia dewasa. Karena saat dikukuhkan sebagai pemangku Sultan Pontianak masih berusia 18 tahun dan Syarief Hamid masih berada di jakarta.
  3. Plaatselijk Fonds, merupakan badan, yang mengelola dan mengurus Eigendom,(milik) pemerintah dan mengurus dana/keuangan yang diperoleh dari berbagai sumber diantaranya : Pajak, Minuman keras dan Retribusi Pasar, Penerangan jalan, berdasarkan peraturan yang berlaku. Plaatselijk Fonds berada di bawah kekuasan Asistent Residen het Hoofd der Afdeeling van Pontianak (semacam Bupati KDH Tk II Pontianak). Daerah kerjanya meliputi daerah Verkendepaal (TanahSeribu). Pimpinan terdiri dari : Voorziter (Ketua), Beheerder Staadfonds (Pimpinan disamping Voorziter), Sekretaris, Behercomisie dibantu beberapa Comisieleden (pengawasan).   Setelah pendaratan Jepang, praktis kerja Plaatselijk Fonds terhenti, kecuali soal kebersihan dan bekerja kembali dengan pimpinan tentara Jepang. Setelah masuk tenaga sipil Jepang dan adanya Kenkarikan (semacam Asisten resident) Jepang, maka Plaatselijk Fonds dihidupkan kembali berganti nama SHINTJO. Yang dipimpin orang Indonesia MUHAMMAD ABDURRACHMAN sebagai SHINTJO. Dan untuk pimpinan pemerintah Sipil tetap ada Demang/ Ass Demang dengan nama Jepang GUNTJO.

Sejalan dengan situasi politik yang kritis, perkembangan pemerintahan Kota Pontianak memasuki periode baru dalam politik pemerintahan Resident der Westerafdeeling van Borneo. Konsep politik pemerintah disesuaikan dengan adat kebiasaan pribumi dengan memberi wewenang kekuasaan kepada Kerajaan Pontianak. Konsep ini berbeda dengan situasi masa lalu yang semua pemerintahan di bawah wewenang kekuasaan serta pengawasan kolonial Belanda dan Jepang.

Dalam perkembangannya, peraturan perubahan nama dalam pemerintahan Staadgemeente, batas wilayah administratifnya disesuaikan dengan wilayah Kota Pontianak sekitar Kawasan Verkendepaal (Tanah Seribu). Dalam maklumat yang dikeluarkan pemerintah Kerajaan diatur pembentukan dalam pemerintahan Staadgemeente terdapat Dewan terdiri dari para anggota yang dipilih melalui penduduk kota. Jumlah anggota Dewan sebanyak 10 orang terdiri dari wakil kaum pribumi 5 orang, wakil golongan Cina 5 orang, wakil anggota Belanda 2 orang, dan wakil anggota Timur di luar golongan Cina 1 orang. Di samping anggota Dewan juga dibentuk Syahkota sebagai kepala pemerintahan kota.

Pada tahun 1946, berdasarkan Besluit (ketetapan) pemerintah Kerajaan Pontianak tertanggal 14 Agustus No. 24/1/1946/PK yang disyahkan Goedgskeurd de resident der Westerafdeeling Van Borneo Dr.J.VAN DER SWAAL menetapkan R Soepardan menjadi Syahkota pertama, dan Syahkota melakukan serah terima harta benda dan keuangan Plaatselijk Fonds pada tanggal 1 Oktober 1946 dari Staats Fonds MUHAMMAD ABDURRACHMAN.

Masa jabatan R Soepardan sebagai Syahkota dimulai 1 oktober 1946 dan berakhir awal tahun 1948. Selanjutnya diangkat ADS.HIDAYAT dengan jabatan BURGERMESTER Pontianak sampai tahun 1950.

Disepakatinya Koferensi Meja Bundar (KMB) juga membawa dampak perubahan pada pemerintahan dan situasi di daerah Kalimantan Barat. Dari rangkaian-rangkaian terebut maka pada hari Minggu tanggal 27 Desember 1949 diadakan upacara di bekas kediaman Resident der Westerafdeeling van Borneo.

Setelah di bawah pemerintahan Republik Indonesia berbagai perubahan dengan penyempurnaan dalam struktur pemerintahan Kotapraja sampai Kotamadya Pontianak terus digalakkan di segala bidang.

Walikota pertama ditetapkan oleh Pemerintah Kerajaan Pontianak adalah NY. ROHANA MUTHALIB, sebagai wakil Walikota Pontianak. Sebagai pengganti NY. ROHANA MUTHALIB, oleh pemerintah diangkat SOEMARTOYO sebagai Walikota Besar Pontianak. Dan mengingat peralihan Swapraja Pontianak kepada Bupati/Kabupaten Pontianak tidak termasuk, maka Pemerintah Daerah Kota Besar Pontianak berstatus otonom.

Lebih lanjut sesuai dengan perkembangan Tata Pemerintahan, maka dengan Undang-undang Darurat Nomor 3 Tahun 1953, bentuk Pemerintah LANDSCHAAP GEMEENTE, Ditingkatkan menjadi KOTA PRAJA. Perkembangan selanjutnya Pemerintah Kota Praja Pontianak berubah dan sebutannya yaitu dengan berdasarkan Undang-undang No. 1 Tahun 1957 Penetapan Presiden No. 6 tahun 1959 dan Penetapan Presiden No. 5 Tahun 160, instruksi Mendagri No. 9 Tahun 1964 dan Undang-undang No. 18 tahun 1965, maka berdasarkan Surat Keputusan DPRD-GR Kota Praja Pontianak No. 021/KPTS/DPRDD-GR/65 tanggal 31 Desember 1965, nama Kotapraja Pontianak diganti menjadi KOTAMADYA PONTIANAK.

Kemudian berdasarkan Undang-undang No.5 tahun 1974, maka sebutan/nama Kotamadya Pontianak berubah menjadi KOTAMADAYA DAERAH TINGKAT II PONTIANAK. Perkembangan lebih lanjut melalui Undang-undang No.22 tahun 1999 tentang pemerintah di daerah yang diterbitkan oleh Pemerintah Republik Indonesia merubah sebutan Untuk Pemerintah Tingkat II Pontianak menjadi sebutan Pemerintah Kota Pontianak.

  • Pemda Kotamadya Pontianak, 200 tahun kotamadya Pontianak,Op.cit dalam Sejarah Sosial Daerah Kotamadya Pontianak, Depdikbud, 1984, hal 25
  • Pemda Kotamadya Pontianak, 200 tahun kotamadya Pontianak,Op.cit dalam Sejarah Sosial Daerah Kotamadya Pontianak, Depdikbud, 1984,